BERHUBUNG KAMI SUDAH BERADA DI INDONESIA, INSYA ALLAH SITUS INI AKAN DIPINDAHKAN KE ALAMAT BARU YANG SEKARANG MASIH DALAM PROSES PEMBUATAN , SILAHKAN KUNJUNGI :

WWW.AHMADZAIN.COM

ATAU KONTAK KAMI  DI : 081319063442

DEMIKIAN, TERIMAKASIH

UANG TEBUSAN PADA HARI KIAMAT

DR. Ahmad Zain An Najah, MA

وَاتَّقُواْ يَوْماً لاَّ تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئاً وَلاَ يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلاَ يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلاَ هُمْ يُنصَرُونَ

Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. ( Qs Al Baqarah : 48 )

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas, diantaranya adalah :

Pelajaran Pertama :

Ayat di atas masih ditujukan kepada Bani Israel, walaupun sebenarnya juga ditujukan kepada seluruh manusia, setelah mereka diperintahkan berkali-kali untuk mengingat nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka…maka kali ini Allah memerintahkan mereka untuk mengingat kematian, mengingat suatu hari dimana tiada manfaat pertolongan seseorang terhadap orang lain, tidak pula rekomendasi dan uang sogokan ataupun uang tebusan.

Seakan-akan Allah ingin mengingatkan kepada Bani Israel dan kepada seluruh manusia bahwa bagaimanapun tingginya kedudukan manusia di dunia ini, maka pada hari kiamat kedudukan tersebut tidaklah ada manfaatnya sedikitpun. Benar,…pada ayat sebelumnya Allah telah menjelaskan kepada Bani Israel bahwa nenek moyang mereka adalah bangsa yang paling unggul pada waktu itu, karena mereka beriman kepada Allah dan para Rosul-Nya, akan tetapi kebesaran nenek moyang mereka tidaklah bermanfaat bagi anak keturunannya pada hari kiamat. Maka jangan bangga dulu wahai Bani Israel terhadap kebesaran nenek moyang kamu…selama kamu tidak bisa seperti mereka, yaitu berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, maka kebanggan itu tidak ada manfaatnya. (lebih…)

BENARKAH YAHUDI ADALAH UMAT YANG UNGGUL?

DR. Ahmad Zain An Najah, MA

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُواْ نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat ( Qs Al Baqarah : 47 )

Beberapa pelajaran dari ayat di atas :

Pelajaran Pertama :

Pada ayat di atas Allah swt mengingatkan untuk kesekian kalinya kepada Bani Israil, terutama yang hidup pada zaman nabi Muhammad saw begitu juga kepada generasi sesudahnya, akan nikmat-nikmat Allah swt yang diberikan kepada nenek moyang mereka. Hal itu karena nikmat nenek moyang merupakan nikmat anak keturunan mereka juga(), kejayaan nenek moyang merupakan kejayaan anak keturunan mereka juga. Kemudian timbul suatu pertanyaan : kenapa Allah swt secara terus menerus mengingatkan Bani Israel akan nikmat-nikmatNya yang diberikan kepada mereka ? Padahal pada ayat-ayat sebelumnya Allah juga telah mengingatkan hal itu ?

Jawabannya adalah :

1/ Nikmat yang diingatkan Allah swt kepada Bani Israel pada ayat-ayat sebelumnya adalah nikmat yang masih umum, maka perlu diingatkan kepada mereka akan nikmat yang lebih terperinci lagi.

2/ Semakin banyak seseorang atau sekelompok orang mengingat nikmat Allah, semakin pula mendorong mereka untuk segera melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi segala larangan-Nya(), karena seseorang yang masih mempunyai hati bersih tentunya akan berusaha membalas jasa-jasa, paling tidak berterima kasih kepada siapa saja yang pernah berbuat baik kepadanya. Tentunya balasan terima kasih itu akan besar dan luar biasa manakala yang dibalas dan disyukuri itu adalah Dzat Yang menciptakannya, menghidupkannya, merawatnya, memberikan rizki kepadanya, melindunginya dari segala marabahaya, memberikannya anak, jabatan, kesehatan dan yang paling penting : memberikan kepadanya hidayah dan taufik sehingga menjadi orang Islam yang patuh terhadap perintah-perintah-Nya.

3/ Nikmat ini terus saja diulang-ulang oleh Allah swt agar mereka terpacu dan terdorong untuk segera beriman kepada nabi Muhammad saw dan beriman kepada apa yang dibawanya, yaitu Al Qur’an.() (lebih…)

TELADAN ORANG-ORANG KHUSYU’

DR. Ahmad Zain An Najah, MA

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

” Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan sabar dan sholat.Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang  khusyu’ , ( yaitu ) orang-orang yang menyakini , bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya ” ( QS Al Baqarah : 45 -46 )

Pada tulisan yang lalu telah diterangkan hakekat khusyu’ menurut Al Qur’an, dan Hadist serta padangan para ulama. Pada tulisan di bawah ini akan diterangkan bagaimana Rosulullah saw menyikapi beberapa  fenomena yang terjadi disekitarnya dengan hati yang khusyu’, menangis dan bersimpuh di hadapan Allah swt. Diantaranya adalah :

Pertama : Menangis ketika sholat,

Apakah ketika sholat dianjurkan menangis ? Sebenarnya yang dianjurkan bukanlah menangis, akan tetapi kehadiran hati ketika membaca ayat-ayat suci Al Qur’an dalam sholat, begitu juga ketika berdo’a dan bertasbih serta bertakbir. Dari hasil perenungan dan tadabbur terhadap apa yang dibaca itulah seseorang akhirnya bisa menangis…. Menangis karena takut terhadap adzab Allah swt, menangis karena merasa banyak dosa-dosa yang dikerjakan selama ini dan ia ingin bertaubat kepada Allah swt, menangis karena  tidak pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya, menangis karena mengingat hari akherat. Inilah yang dialami oleh Rosulullah saw dalam sholatnya, dalam suatu hadist disebutkan :

 وعَن عبد اللَّه بنِ الشِّخِّير – رضي اللَّه عنه – قال : أَتَيْتُ رسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَهُو يُصلِّي ولجوْفِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ المرْجَلِ مِنَ البُكَاءِ

Dari Abdullah bin Syuhair r.a berkata : ” Aku mendatangi Rosulullah saw sedang beliau dalam keadaan sholat, terlihat beliau sedang menangis terisak-isak bagaikan air  dalam tungku yang sedang masak ( HR Nasai no : 1214 , Abu Daud no : 904 , Shohih Targhib, no : 544 )

Dalam hadist di atas hanya disebutkan bahwa Rosulullah saw menangis terisak-isak, artinya tidak mengeluarkan suara. Karena dalam sholat seseorang walaupun betapapun ia terbawa perasaannya dengan ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi tidak boleh berteriak-teriak sehingga keluar suaranya, karena hal itu bisa membatalkan sholat. Dalam hadist lain disebutkan : (lebih…)

MENGGAPAI HATI YANG KHUSU’

DR. Ahmad Zain An Najah, MA

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

” Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan sabar dan sholat.

Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’ , ( yaitu ) orang-orang yang menyakini , bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepad-Nya ” ( QS Al Baqarah : 45 -46 )

Pada tulisan yang lalu telah diterangkan tentang sabar dan sholat serta pengaruhnya terhadap penyelesaian problematika hidup. Begitu juga sudah kita ketahui bahwa sabar dan sholat ini akan sangat sulit dikerjakan secara baik dan terus menerus kecuali oleh orang-orang yang khusu’. Pada tulisan di bawah ini akan diterangkan hakekat khusu’ menurut Al Qur’an, dan Hadist serta padangan para ulama. Untuk mempermudah pembahasan akan dibagi menjadi beberapa pelajaran :

Pelajaran Pertama :

Khusu’ merupakan inti sari dalam ibadat sholat, tanpanya sholat tidak mempunyai arti. Kedudukan khusu’ dalam sholat bagaikan nyawa dalam sebuah badan, atau buah dalam sebuah pohon, atau amal dalam sebuah ilmu. Khusu’ artinya tunduk, tenang dan rendah diri serta tawadhu’. Dalam sebuah ayat disebutkan :

وخشعت الأصوات للرحمن فلا تسمع إلا همساً.

“dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”( Qs Toha : 108 )

Khusu’ secara istilah adalah : keadaan jiwa yang berdampak pada ketenangan dan tawadhu’ dalam bersikap.

Akan tetapi kalau kita melihat teks ayat di atas, maka orang yang khusu’ adalah :

1/ Orang yang menyakini bahwa dia cepat atau lambat akan meninggalkan dunia yang fana’ ini dan akan menemui Robb-nya untuk mendapatkan balasan dari perbuatannya selama hidup di dunia

2/ Orang yang menyakini bahwa kematian akan menjemputnya setiap saat, sehingga dia selalu mempersiapkan bekal untuknya, yaitu menjalankan segala perintah Allah swt dan menjauhi segala larangan-Nya. ([1]) (lebih…)

PENGARUH SABAR DAN SHOLAT DALAM

MENYELESAIKAN PROBLEMATIKA HIDUP

DR.Ahmad Zain An Najah, MA

 

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

” Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan sabar dan sholat.

Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang  khusu’ , ( yaitu ) orang-orang yang menyakini , bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepad-Nya ” ( QS Al Baqarah : 45 -46 )

Ayat di atas mengandung beberapa pelajaran :

Pelajaran Pertama :

Bahwa Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk selalu bersabar dan menegakkan sholat di dalam menghadapi segala problematika hidup.

Adapun sabar secara bahasa adalah menahan, dikatakan : ” qutila fulanun shobron “ artinya : si fulan terbunuh dalam keadan ditahan. Oleh karenanya, seseorang yang menahan diri terhadap sesuatu dikatakan orang yang sabar.

Pelajaran Kedua :

Sabar dibagi menjadi beberapa macam  :

Pertama : Sabar di dalam ketaatan, yaitu menata diri untuk selalu mengerjakan perintah-perintah Allah dan Rosul-Nya. Sabar di dalam ketaatan ini adalah tingkatan sabar yang paling tinggi, kenapa ? karena untuk melakukan suatu ketaatan, diperlukan kemauan yang sangat kuat, dan untuk menuju pintu syurga seseorang harus mampu melewati jalan-jalan yang dipenuhi dengan duri, ranjau dan segala sesuatu yang biasanya dia benci dan tidak dia sukai, sebagaimana sabda Rosulullah saw

  وحفت الجنة بالمكاره

” Dan jalan menuju syurga itu dipenuhi dengan sesuatu yang tidak kita senangi ” ( HR Muslim )

Sabar dalam ketaatan ini harus melalui tiga fase :

Fase Pertama : Sabar sebelum beramal, ini meliputi perbaikan niat, yaitu mengikhlaskan amal hanya karena Allah swt , dan bertekad untuk mengerjakan ibadat tersebut sesuai dengan aturannya. Dalam hal ini Allah berfirman :

إِلاَّ الَّذِينَ صَبَرُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أُوْلَـئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

” Kecuali orang – orang yang bersabar dan beramal sholeh.”(Qs Hud:11)

Fase Kedua : Sabar ketika beramal, yaitu dengan selau mengingat Allah swt selama beramal, dan tidak malas untuk mengerjakan seluruh rukun, kewajiban dan sunah dari amal tersebut. Kalau sedang mengerjakan puasa umpamanya, maka dia harus tetap mengingat bahwa dirinya sedang puasa dan Allah selalu melihat seluruh amalannya, maka dia berusaha untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah selama berpuasa dan berusaha untuk mengerjakan amalan sunah dan wajib, seperti membantu fakir miskin, memberikan ifthor kepada yang berpuasa, sholat berjama’ah dan sebagainya. (lebih…)

OTORITAS ULAMA DALAM PRESPEKTIF ISLAM

Dr.Ahmad Zain An Najah, MA

Majalah Hidayatullah, Desember 2007. Akhir-akhir ini banyak umat Islam yang sudah berani melecehkan para ulama dan tidak menghormati mereka lagi, ini adalah salah satu tanda akhir zaman…padahal dalam Islam, para ulama mendapatkan kedudukan yang sangat terhormat sekali. Diantaranya adalah apa yang disebutkan Allah swt dalam salah satu firman-Nya :

” Wahai orang-orang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul-Nya dan ulil amri di antara kamu ” (QS An Nisa’ : 59 )

Dalam ayat tersebut, Allah swt memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah , Rosul-Nya dan ulil amri. Hanya saja ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya adalah ketaatan mutlak, sedangkan ketaaatan kepada ulil amri tergantung kepada ketaatan mereka kepada Allah dan Rosul-Nya. Adapun maksud dari ulil amri dalam ayat tersebut menurut Ibnu Abbas ra, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya adalah para pakar fiqh dan para ulama yang komitmen dengan ajaran Islam. Sedangkan Ibnu Katsir berpendapat bahwa ulil amri di atas mencakup para ulama dan umara ( pemimpin ). Ini sesuai dengan apa yang kita dapati dalam perjalanan sejarah Islam pertama, bahwa Rosulullah saw adalah sosok ulama dan umara sekaligus. Begitu juga para khulafa’ rasyidin sesudahnya : Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali, begitu juga beberapa khalifah dari bani Umayah dan bani Abbas. Namun dalam perkembangan sejarah Islam selanjutnya, sangat jarang kita dapatkan seorang pemimpin negara yang benar-benar paham terhadap Islam. Dari sini, mulailah terpisah antara ulama dan umara. Dalam posisi seperti ini, manakah yang harus kita taati terlebih dahulu, ulama atau umara ? (lebih…)

Ratusan Mahasiswa Hadiri Bedah Disertasi Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PCIM

ww.pcim.pandela.net ” Wah, wah…luar biasa acaranya meriah sekali”, demikian komentar singkat Yasir Mukhtar Ismail yang menjadi peserta sekaligus merangkap panitia dalam acara bedah disertasi Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PCIM Kairo Mesir, Dr. Ahmad Zain An-Najah. Acara ini memang mendulang sukses yang besar. Tak kurang dari seratus lima puluh peserta sore itu memadati auditorium Griya Jawa Tengah guna menyaksikan bedah disertasi yang jarang sekali terjadi di lingkungan mahasiswa Mesir. Acara bedah disertasi yang berlangsung pada hari Ahad tanggal 18/11/2007  ini diselenggarakan berkat kerjasama empat organisasi masisir (baca: mahasiswa Indonesia Mesir) sekaligus, yaitu PCIM di mana Ustad Zen, sapaan akrab beliau, menjabat sebagai ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, perhimpunan mahasiswa yang berasal dari Jawa Tengah yang dinamakan KSW (Kelompok Studi Walisongo), KMM (Kerukunan Mahasiswa Minangkabau), dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di mana beliau sendiri adalah ketua umumnya (lebih…)

TRIK-TRIK BELAJAR DI AL AZHAR

Buletin Prestasi, edisi 76, November 2007. Dr. Zain An Najah, MA adalah wisudawan pasca sarjana yang berhasil menyelesaikan program Disertasi dengan predikat Summa Cum Laude. Tepat tanggal 21 Oktober 2007, Pria bernama asli Ahmad Zain An Najah menerima gelar kebesaran Doktor di bidang Syare’ah Universitas Al Azhar. Sebelum menyelesaikan tesis dalam satu jurusan di universitas Al Azhar, ayah dari tiga anak ini menempuh program sarjana di Fakultas Syare’ah Universitas Madinah Saudi Arabia ( 1992-1996 ) . Ketua Perwakilan Dewan Dakwah Indonesia sekaligus tokoh senior yang berpengaruh di KSW tengah sibuk menjadi konsultan tetap beberapa rubrik majalah dan pengisi tetap Kajian Ke Islaman Radio Jerman- Kairo. Kru buletin ” Prestasi ” berhasil mewancarai beliau di kediamannya dalam menyambut mahasiswa baru plus trik-trik belajar ala ustadz Zain An Najah. Berikut kutipan wawancaranya : (lebih…)

Satu lagi Doktor Indonesia lahir dari rahim Al-Azhar

Majalah Media Dakwah . 21 Oktober 2007 menjadi hari yang bersejarah bagi mahasiswa Indonesia di Mesir, pasalnya mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Cairo berhasil meraih gelar Doktor dalam bidang Syariah dengan judul disertasi “Al-Qadhi Husain wa Atsaruhu Al-Fiqhiyah”.

Adalah Ahmad Zain An-Najah kelahiran Klaten yang pernah mengaji di bawah asuhan Syeikh Utsaimin (1994) selepas mesantren di Al-Mukmin dan juga seorang Ketua Perwakilan DDII Mesir (2006-2009) ini berhasil mempertahankan disertasinya yang dibimbing oleh pakar fikih perbandingan (fiqh muqarin) Prof. Abdullah Said serta Prof. Ahmad Karima di hadapan sidang penguji yang terdiri dari Prof. Sa’duddin Hilaly dan Prof. Ibrahim Badawi dan dinyatakan lulus dengan predikat “martabah as-syaraf al-ulaa” alias summa cumlaude (penghargaan tingkat pertama).

Berikut petikan wawancara Media Dakwah dengan Dr. Ahmad Zein An-Najah seputar singkat disertasi doktoralnya serta permasalahan fikih, mengingat posisi beliau sebagai pakar syariah. (lebih…)